TEGUH SANTOSO JABAT KEPALA PERWAKILAN BKKBN JABAR
Bandung – Perwakilan
BKKBN Jabar Online : Kekosongan jabatan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jabar yang lowong sejak awal Agustus
lalu, kini resmi diisi pejabat baru. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, rabu (4/10)
resmi melantik Sukaryo Teguh Santoso di Gedung Sate sebagai pimpinan tinggi
pratama pada instansi vertikal pengelola program kependudukan, keluarga
berencana dan pembangunan keluarga (KKBPK) tersebut. Pria yang akrab disapa
Teguh ini menggantikan pejabat sebelumnya, Sugilar yang telah memasuki masa
purna bakti.
Teguh sendiri
sebenarnya bukan wajah baru di BKKBN Jawa Barat. Ia mengawali karir PNS-nya
pada tahun 1993 sebagai fungsional PKB (Penyuluh Keluarga Berencana) di
Kabupaten Bandung Barat. Baru pada tahun 2001 ia merintis karir di jabatan
struktural sebagai Kasi Remaja dan PHR di BKKBN Jawa Barat. Lalu pada tahun
2010 – 2011 ia dipromosi naik ke jabatan eselon III, sebagai Kabid Keluarga
Sejahtera (KS) (2010), dan Kabid Advokasi Penggerakan dan Informasi (2011).
Teguh pun kemudian dilirik BKKBN Pusat, hingga pada penghujung tahun 2011, ia
ditarik ke Jakarta menduduki jabatan Kepala Sub Direktorat Advokasi dan
Pencitraan di BKKBN Pusat, lalu menjadi Kepala Sub Direktorat Tenanga Lini
Lapangan pada penghujung tahun 2012 hingga 2015. Kemudian pada tahun 2016 ia
kembali mendapat promosi ke Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama / Eselon II sebagai
Kepala Perwakilan BKKBN Kalimantan Timur, dan selang satu tahun kemudian
kembali ke Jakarta sebagai Direktur Bina Lini Lapangan di BKKBN Pusat. Kini,
karena kepiawaiannya dan pengalamannya baik selama masih di Jawa Barat maupun
saat berkiprah di BKKBN Pusat dan saat menjadi Kepala Perwakilan BKKBN
Kalimantan Timur, Teguh pun dipercaya untuk kembali di Jawa Barat sebagai
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat.
Usai dilatik, Teguh
mengatakan untuk tahun ini dia akan tetap menjalankan kebijakan yang sudah ada
dimasa kepemimpinan pejabat sebelumnya. “Kebijakan yang sudah dirancang ditahun
2017 ini sudah mapan, saya akan lanjutkan hingga tahun depan. Untuk tahun depan,
kita lihat saja nanti, karena ini juga terkait dengan kebijakan program KKBPK
secara nasional” tandasnya.
Namun demikian Teguh
menegaskan prinsipnya yang harus dijalankan adalah tentang bagaimana mewujudkan
pemerataan terhadap pelayanan KB yang berkualitas, dan memperkuat lini
lapangan, terutama terkait dengan telah ditariknya tenaga penyuluh KB secara
nasional menjadi aparatur pusat. Ia juga menambahkan pentingnya perhatian
terhadap penyiapan sarana dan prasarana program KKBPK dan pembinaan ketahanan
keluarga.
Tugas
Berat sudah Menunggu
Sebagai provinsi
dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, dengan populasi sebesar 46,7 juta
jiwa, atau sekitar 20 persen penduduk Indonesia, menjadikan Jawa Barat sebagai
barometer pencapaian program KKBPK secara nasional. Suka atau tidak, kondisi ini
tentu menjadi tantangan berat bagi penyelenggara program KKBPK di Jawa Barat.
Selain jumlah
penduduknya yang sudah besar, masalah kependudukan di Jawa Barat juga
dihadapkan pada tantangan pertumbuhan penduduknya yang tinggi, dan
persebarannya yang tidak merata. Pada periode tahun 2001-2010, laju pertumbuhan
penduduk (LPP) Jawa Barat berada pada kisaran 1,89 persen per tahun. Meskipun
terus menurun dari periode tahun 1991-2000 yang mencapai 2,27 persen, namun LPP
Jawa Barat masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan LPP Nasional pada
periode tahun yang sama, yaitu sebesar 1,49 persen per tahun. Meski begitu,
kondisi terbaru menurut proyeksi BPS, LPP Jawa Barat terus bergerak positif,
menurun menjadi 1,48 persen pada tahun 2015.
Tingginya LPP Jawa
Barat sebenarnya tidak terlepas dari konsekuensi daya tarik yang dimiliki oleh
Jawa Barat sendiri, sehingga tingkat perpindahan penduduk (migrasi) yang masuk
ke Jawa Barat cukup tinggi, terutama ke wilayah-wilayah perbatasan dengan DKI
Jakarta sebagai wilayah penyangga utama ibukota negaraa. Hal ini tercermin dari
LPP tertinggi di Jawa Barat pada tahun 2015 berada di Kabupaten Bekasi sebesar
3,95% per tahun, diikuti Kota Depok (3,57% per tahun), dan Kota Bekasi (2,74%
per tahun), serta Kabupaten Bogor (2,41% per tahun).
Disamping faktor
perpindahan penduduk (migrasi), tingkat kelahiran (fertilitas) juga menjadi
faktor utama pertumbuhan jumlah penduduk. Meskipun LPP Jawa Barat terus
menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, yang juga sejalan dengan penurunan
Total Fertility Rate (TFR) 2 hingga 3 anak per wanita dari pasangan usia subur,
namun karena tingginya jumlah penduduk yang sudah ada, maka jumlah penduduk
Jawa Barat terus mengalami peningkatan yang signifikan.
Menurut hasil Survey
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, TFR Jawa Barat turun dari 2,6
(tahun 2007) menjadi 2,5 di tahun 2012. Angka ini menempatkan TFR Jawa Barat
berada dibawah rata-rata nasional 2,6. Tentu ini menjadi tugas berat bagi Perwakilan
BKKBN Jawa Barat sebagai pengelola program KKBPK di Jawa Barat untuk dapat
menurunkan sasaran TFR menjadi 2,38 pada akhir tahun 2017 ini, dan terus
menurun di tahun berikutnya secara bertahap ke angka ideal menjadi 2,1.
Untuk menurunkan
TFR, maka komponen utama yang perlu diintervensi adalah mendorong penggunaan
kontrasepsi bagi pasangan usia subur (PUS). Saat ini di Jawa Barat terdapat 9,5
juta pasangan usia subur, dimana 66,27 persennya sebagai pengguna kontrasepsi
modern (Pendataan Keluarga 2015). Angka ini perlu dijaga keberlangsungannya,
agar tidak terjadi drop out (DO) peserta KB, mengingat mayoritas peserta KB di
Jawa Barat lebih menyukai metode kontrasepsi jangka pendek, seperti pil dan
suntikan.
Menjadi catatan pula
bahwa tingginya TFR di Jawa Barat, juga dipengaruhi masih tingginya jumlah
kelahiran kelompok umur 15-19 tahun, sebesar 37 kelahiran per 1000 wanita,
dimana kelompok umur ini masih panjang rentang usia reproduksinya.
Tantangan lain
bidang kependudukan di Jawa Barat juga terkait pemanfaatan bonus demografi,
yakni menyikapi tingginya struktur umur muda dan kualitas penduduk yang relatif
rendah. Berdasarkan Publikasi Bappenas (2013), pada tahun 2015 terdapat
sebanyak 27 persen penduduk Jawa Barat yang merupakan penduduk muda, yang
secara ekonomi akan berdampak pada beban keluarga dan negara untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya yang tinggi, seperti gizi, kesehatan dan pendidikannya.
Namun beruntung di saat yang sama terdapat 67 persen penduduk Jawa Barat yang
merupakan penduduk usia produktif (usia 15-65 tahun).
Melimpahnya penduduk
usia kerja ini dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi apabila
diiringi dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini tentunya
berkorelasi dengan tingkat pendidikan penduduk Jawa Barat, dan kabar buruknya,
ternyata menurut data BPS, rata-rata lama sekolah penduduk Jawa Barat hanya 8
tahun, atau setara dengan kelas II SMP saja. Situasi ini tentu perlu
dikhawatirkan, agar bonus demografi jangan justru menjadi ancaman. Caranya
melalui upaya peningkatan kualitas penduduk melalui pendidikan dan pemberian
ketrampilan sebagai bekal untuk meningkatkan daya saing dan memasuki pasar
kerja.
Menyikapi berbagai
tantangan kependudukan di Jawa Barat tersebut, maka kebijakan pembangunan KKBPK
di Jawa Barat diarahkan pada revitalisasi program KB melalui peningkatan
kuantitas dan kualitas kesertaan dalam program KB. Kemudian dengan upaya
peningkatan kesejahteraan keluarga dengan pengokohan ketahanan keluarga melalui
pendewasaan usia perkawinan, program pembinaan keluarga dan peningkatan ekonomi
keluarga. BKKBN juga tengah menggarap inovasi pengembangan program KKBPK dengan
melibatkan intervensi lintas sektor melalui program Kampung KB, yang melibatkan
berbagai instansi, mulai dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota,
swasta, unsur mitra lainnya, dan masyarakat sendiri. (HK)
Post a Comment