Dunia Terbelah: Kesehatan dan Hak Reproduksi di Era Ketidaksetaraan

Malang (17/10/2017) - Ketidaksetaraan dalam kesehatan reproduksiberhubungan dengan ketimpangan ekonomi yang kemudian berkorelasi dengan ketidaksetaraan dalam kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi.Ketidaksetaraan kesehatan reproduksi sangat dipengaruhi oleh kualitas dan jangkauan sistem kesehatan serta oleh situasi ketidaksetaraan gender. Isu gender dalam kesehatan reproduksi antara lain yaitu pada kesehatan ibu dan bayi dimana angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi di Indonesia, ketidakmampuan perempuan dalam mengambil keputusan (kapan hamil dan dimana akan melahirkan), sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki-laki dan permasalahan keluarga berencana seperti masih tingginya unmet need KB.  Unmet need KB yang belum terpenuhi terjadi pada perempuan dengan tingkat kesejahteraan terendah, pendidikan kurang, dan tinggal di daerah pedesaan.  Hal ini akan berisiko tinggimeningkatnya kehamilan yang tidak diinginkan serta risiko terhadap kesehatan dan dampak ekonomi seumur hidup bagi seorang perempuan dan anak-anaknya, jelas Kepala BKKBN- Surya Chandra Surapaty di Universitas Brawijaya, Malang dalam sambutannya pada acara Peluncuran Laporan Situasi Kependudukan Dunia-State of World population (SWOP) Report yang dibuat oleh UNFPA setiap tahunnya yang bekerjasama dengan BKKBN.

Dalam pelaksanaan Program Keluarga Berencana (KKBPK) selama ini, isu gender yang sangat menyolok adalah 1) Akses laki-laki terhadap informasi dan pelayanan KB masih sangat terbatas dimana pengetahuan metode KB bagi perempuan lebih besar dibanding KB Pria khususnya vasektomi; 2) Kesertaan KB pria vasektomi hanya 0,2% (SDKI 2012), terbatasnya jenis kontrasepsi pria (hanya kondom dan vasektomi) menjadikan laki-laki enggan untuk menjadi peserta KB.;3) Masih sangat sedikit laki-laki yang mengetahui manfaat KB bagi diri dan keluarganya; 4) Masih dominannya suami dalam pengambilan keputusan KB dan kesehatan reproduksi serta perencanaan jumlah dan jarak kelahiran anak; 5) Anggapan masyarakat bahwa KB adalah urusan perempuan, karena kodrat  perempuan untuk hamil dan melahirkan, perempuan tidak memiliki kekuatan untuk memutuskan ikut ber-KB; 6) Masih terbatasnya pengetahuan laki-laki dan perempuan mengenai kesetaraan dan keadilan gender dalam KB dan kesehatan reproduksi; 7) Masih tingginya ASFR yang menunjukkan wanita usia remaja yang telah hamil dan melahirkan dan; 8) Norma dalam masyarakat bahwa ketidaksuburan disebabkan oleh pihak istri.

Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa pertambahan dan pertumbuhan penduduk di Indonesia meningkat, yang akan menjadi ancaman terhadap kemungkinan terjadinya ledakan penduduk. Secara global penduduk dunia juga tumbuh dengan cepat. Menurut data lembaga kependudukan PBB (UNFPA), jumlah penduduk dunia tahun 2011 telah mencapai 7 milyar jiwa, atau bertambah 1 milyar jiwa hanya dalam waktu 12tahun (pada tahun 1999 jumlah penduduk dunia sekitar 6 milyar). Di Indonesia, selama 10 tahun terakhir, jumlah penduduk bertambah 32,5 juta jiwa, dengan rata-rata pertumbuhan 1,49 persen. Apabila angka ini bertahan, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2045 menjadi 450 juta jiwa. Hal ini berarti, 1 dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia. Perlu kita ketahui bahwa penduduk merupakan objek dan subjek (pelaku) dan penerima manfaat dari pembangunan (people center development). Dinamika kependudukan, seperti jumlah, struktur, dan mobilitas penduduk harus diperhatikan dalam perencanaan pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi modal dalam pembangunan. Namun, bila SDM tidak berkualitas akan menjadi beban bagi pembangunan, tambah Surya.

Program KKBPK merupakan salah satu langkah tepat untuk mendukung peningkatan kesetaraan khususnya kesetaraan gender dalam kesehatan reproduksi, meningkatkan kesehatan ibu, serta memerangi HIV/AIDS  serta penyakit menular seksual melalui Program KB dan Kesehatan Reproduksi serta peningkatan partisipasi pria dalam ber-KB dan kesehatan reproduksi, imbuh Surya. Semoga Peluncuran Laporan Situasi Kependudukan Dunia Tahun 2017 (SWOP) ini dapat memberikan sumbangsih kepada negara dan meningkatkan komitmen dalam melakukan upaya mengurangi ketidaksetaraan kesehatan dan hak reproduksi termasuk keluarga berencana, tutup Surya. (HUMAS)
Diberdayakan oleh Blogger.