GDPK HARUS MENJAWAB TANTANGAN KEPENDUDUKAN JANGKA PANJANG
Bandung – Perwakilan
BKKBN Jabar Online : Bonus demografi di Jawa Barat sudah dimulai sejak tahun
2010 lalu, dan menurut perhitungan akan berlangsung hingga tahun 2025.
Menyikapi hal tersebut, Kepala Perwakilan BKKBN Jabar, Sukaryo Teguh Santoso
memandang pentingnya perumusan Grand Desain Pembangunan Kependudukan (GDPK)
Jawa Barat yang jangka panjang, yang tidak hanya menjawab tantangan bonus
demografi, tetapi juga pasca berakhirnya bonus demografi.
Hal ini disampaikan
Teguh saat membuka Pertemuan Identifikasi Isu Strategis Kebijakan Pembangunan
Berwawasan Kependudukan, dengan tema “Grand Design Pembangunan Kependudukan”
yang dilaksanakan rabu (11/10), di Ruang Prabu Siliwangi, Kantor Perwakilan BKKBN
Jabar, Bandung.
Teguh menjelaskan,
tantangan penanganan penduduk usia produktif tidak semata dimaknai dalam
konteks ekonomi saja sebagai orang yang bekerja, tetapi juga harus dilihat
dalam konteks reproduksi, karena ada usia-usia produktif yang berpotensi untuk
punya anak. “Ini menjadi penting, aspek kualitas ada di sini” tandasnya.
Ia menyebut 26,7
persen atau seperempat dari 47,2 juta penduduk Jawa Barat yang merupakan
penduduk remaja, sehingga perlu perlakuan yang lebih istimewa agar usia remaja
pada saatnya nanti berkeluarga tidak menjadi beban.
Selain itu, Teguh
juga menilai pentingnya menyikapi situasi kependudukan pasca bonus demografi.
Menurutnya bonus demografi di Jawa Barat yang akan berakhir pada tahun 2025,
atau 10 tahun lebih cepat dari nasional pada tahun 2035, akan berdampak pada
pertumbuhan penduduk lansia. “Jadi kedepan
Jabar akan memasuki ageing population society,” kata Teguh.
Lanjutnya, lansia
tidak mungkin dipaksakan untuk produktif terus, tapi paling tidak bagaimana
lansia dapat hidup sehat, baik fisik, mental dan sosialnya. Untuk itu perlu
dipersiapkan agar lansia tidak banyak membebani penduduk usia produktif, yang
pada akhirnya menjadi beban pemerintah.
Untuk itu menurut
Teguh, persiapannya sudah harus dimulai dari sekarang, saat masih berusia
produktif, dengan menjamin kesehatannya agar usia tuanya tidak rapuh dan
sakit-sakitan. Menyikapi tantangan ini, Teguh memandang pentingnya peran
strategis program KKBPK, baik dari aspek pengaturan kelahiran, pendewasaan usia
perkawinan, serta ketahanan dan kesejahteraan keluarga dengan pendekatan siklus
kehidupan, dari bayi hingga lansia.
Terkait dengan
rencana penyusunan kembali GDPK ini, Teguh berharap nantinya GDPK dapat menjadi
rujukan dalam rencana strategis pemerintah daerah. Bahkan ia berharap dapat
berkesinambungan dalam jangka panjang, meski nantinya terjadi pergantian kepala
daerah. Untuk itu ia berharap perlunya advokasi GDPK pada setiap pimpinan
daerah terpilih. “Bila perlu keberadaan GDPK dapat dikuatkan melalui Peraturan
Daerah” pungkasnya.
Kegiatan yang
diikuti oleh berbagai unsur perangkat daerah tingkat provinsi dan beberapa
kabupaten/kota ini, juga diisi dengan pemaparan narasumber kunci dari BKKBN
Pusat dan Universitas Indonesia, yakni Direktur Pemaduan Kebijakan Pengendalian
Penduduk BKKBN, Humphrey Apon dan Ketua Lembaga Demografi Universitas
Indonesia, Turro S. Wongkaren. (HK)
Post a Comment